Kamis, 17 Maret 2011

perekonomian indonesia Bab 6 sektor pertanian

PEREKONOMIAN INDONESIA BAB 6
SEKTOR PERTANIAN

Peranan Sektor Pertanian

Pada bagian awal akan dijelaskan mengenai kontribusi pertanian dalam mencapai keberhasilan pembangunan. Konsep strategi pembangunan berimbang merupakan tujuan pembangunan yang paling ideal. Akan tetapi negara berkembang tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk melaksanakan pembangunan di bidang pertanian dan industri sekaligus. Sehingga pemerintah negara berkembang harus menekankan pada pembangunan di sektor pertanian terlebih dahulu sebagai batu loncatan untuk pembangunan di bidang industri.
Bagian kedua menjelaskan masalah harga produk pertanian. Di sini dipermasalahkan apakah harga harus ditentukan oleh mekanisme pasar ataukah ditentukan oleh pemerintah, harga pertanian yang mahal akan menyebabkan konsumen tidak mampu membeli, di lain pihak harga pertanian yang terlalu murah akan menghambat produktivitas pertanian. Selain itu pada bagian kedua juga akan dibahas mengenai konsekuensi adanya penetapan harga. Disarankan bahwa harga seharusnya dibentuk melalui mekanisme pasar, intervensi pemerintah justru akan menimbulkan masalah. Di Indonesia sendiri, pemerintah Indonesia memegang kendali harga melalui Bulog, dengan tujuan melindungi petani, akan tetapi banyak kebijakan yang dipertanyakan seperti kebijakan impor beras dari luar negeri dengan tujuan menstabilkan harga. Hal ini justru membuat rakyat berpikir kalau pemerintah ingin menekan harga pertanian serendah mungkin, sebagai upaya menahan laju inflasi.
Pada bagian ketiga dijelaskan mengenai faktor-faktor produksi seperti tanah (land), tenaga kerja (labor), dan modal (capital). Dijelaskan bahwa penggunaan tanah harus bijaksana, jangan sampai merusak kesuburannya. Pemerintah memiliki kewajiban memberikan informasi, pelatihan dan perkembangan teknologi kepada petani. Pendanaan di daerah pedesaan harus diciptakan untuk mendukung aktivitas pertanian. Aspek sosial dari teknologi yaitu green revolution juga dibahas secara mendalam. Penggunaan teknologi harus berhati-hati jangan sampai menyebabkan dampak yang tidak diinginkan, sehingga tercapai pembangunan pertanian yang sustainable.
Peran pemerintah harus dibatasi dengan membiarkan sektor swasta menjalankan roda pertanian, akan tetapi pemerintah harus mendukung pertanian dengan menyediakan infrastruktur, informasi, membangun pasar, dan membuat kebijakan publik yang tidak merugikan sektor pertanian. Selain itu pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan kebijakan makro supaya tidak menghancurkan pertanian.
Pada bagian akhir dijelaskan bahwa di dunia sudah memiliki pasokan pangan yang cukup, akan tetapi terdapat masalah distribusi pangan pada beberapa daerah yang menyebabkan kelaparan. Juga dipermasalahkan mengenai pilihan antara swasembada pangan dengan ketahanan pangan. Dari segi ekonomi ketahanan pangan lebih menguntungkan daripada swasembada pangan, hal ini didukung oleh teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dari David Richardo.


Sektor Pertanian di Indonesia

Struktur perekonomian Indonesia merupakan topik strategis yang sampai sekarang masih menjadi topik sentral dalam berbagai diskusi di ruang publik. Kita sudah sering mendiskusikan topik ini jauh sebelum era reformasi tahun 1998. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di era globalisasi.

Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.

Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.

Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.

Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen. Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.

Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan. Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah insentif bagi petani untuk tetap mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin banyak tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih menarik.

Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.

Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase. Secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :
a. NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar. 
b. NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar.
c. NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar.
2. Indeks harga yang diterima petani (IT) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani.
3. Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian.
4. Petani yang dimaksud disini adalah orang yang mengusahakan usaha pertanian (tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat) atas resiko sendiri dengan tujuan untuk dijual, baik sebagai petani pemilik maupun petani penggarap (sewa/kontrak/bagi hasil). Orang yang bekerja di sawah/ladang orang lain dengan mengharapkan upah (buruh tani) bukan termasuk petani. 
5. Harga yang diterima petani adalah rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani sebelum ditambahkan biaya transportasi/pengangkutan dan biaya pengepakan ke dalam harga penjualannya atau disebut farm gate (harga di sawah/ladang setelah pemetikan). Pengertian harga rata-rata adalah harga yang bila dikalikan dengan volume penjualan petani akan mencerminkan total uang yang diterima petani tersebut. Data harga tersebut dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani produsen. 
6. Harga yang dibayar petani adalah rata-rata harga eceran barang/jasa yang dikonsumsi atau dibeli petani, baik untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya sendiri maupun untuk keperluan biaya produksi pertanian. Data harga barang untuk keperluan produksi pertanian dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani, sedangkan harga barang/jasa untuk keperluan konsumsi rumah tangga dicatat dari hasil wawancara langsung dengan pedagang atau penjual jasa di pasar terpilih.
7. Pasar adalah tempat dimana terjadi transaksi antara penjual dengan pembeli atau tempat yang biasanya terdapat penawaran dan permintaan. Pada kecamatan yang sudah terpilih sebagai sampel, pasar yang dicatat haruslah pasar yang mewakili dengan syarat antara lain : paling besar, banyak pembeli dan penjual jenis barang yang diperjualbelikan cukup banyak dan terjamin kelangsungan pencatatan harganya serta terletak di desa rural.
8. Harga eceran pedesaan adalah harga transaksi antara penjual dan pembeli secara eceran di pasar setempat untuk tiap jenis barang yang dibeli dengan tujuan untuk dikonsumsi sendiri dan bukan untuk dijual kepada pihak lain. Harga yang dicatat adalah harga modus (yang terbanyak muncul) atau harga rata- rata biasa dari beberapa pedagang/penjual yang memberikan datanya. Investasi di Sektor Pertanian Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Setidaknya ada empat hal yang dapat dijadikan alasan. Pertama, Indonesia merupakan negara berkembang yang masih relatif tertinggal dalam penguasaan Iptek muktahir serta masih menghadapi kendala keterbatasan modal, jelas belum memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) pada sektor ekonomi yang berbasis Iptek dan padat modal. Oleh karena itu pembangunan ekonomi Indonesia sudah selayaknya dititikberatkan pada pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam, padat tenaga kerja, dan berorientasi pada pasar domestik. Dalam hal ini, sektor pertanianlah yang paling memenuhi persyaratan. Kedua, menurut proyeksi penduduk yang dilakukan oleh BPS penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 228-248 juta jiwa pada tahun 2008-2015. Kondisi ini merupakan tantangan berat sekaligus potensi yang sangat besar, baik dilihat dari sisi penawaran produk (produksi) maupun dari sisi permintaan produk (pasar) khususnya yang terkait dengan kebutuhan pangan. Selain itu ketersedian sumber daya alam berupa lahan dengan kondisi agroklimat yang cukup potensial untuk dieksplorasi dan dikembangkan sebagai usaha pertanian produktif merupakan daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya. Ketiga, walaupun kontribusi sektor pertanian bagi output nasional masih relatif kecil dibandingkan sektor lainnya yakni hanya sekitar 12,9 persen pada tahun 2006 namun sektor pertanian tetap merupakan salah satu sumber pertumbuhan output nasional yang penting. Berdasarkan data BPS, pada Bulan Februari 2007 tercatat sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar, yakni sekitar 44 persen. Keempat, sektor pertanian memiliki karakteristik yang unik khususnya dalam hal ketahanan sektor ini terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro (Simatupang dan Dermoredjo, 2003 dalam Irawan, 2006). Hal ini ditunjukkan oleh fenomena dimana sektor ini tetap mampu tumbuh positif pada saat puncak krisis ekonomi sementara sektor ekonomi lainnya mengalami kontraksi. Saat kondisi parah dimana terjadi resesi dengan pertumbuhan PDB negatif sepanjang triwulan pertama 1998 sampai triwulan pertama 1999, nampak bahwa sektor pertanian tetap bisa tumbuh dimana pada triwulan 1 dan triwulan 3 tahun 1998 pertumbuhan sektor pertanian masing-masing 11,2 persen, sedangkan pada triwulan 1 tahun 1999 tumbuh 17,5 persen. Adapun umumnya sektor nonpertanian pada periode krisis ekonomi yang parah tersebut pertumbuhannya adalah negatif Ketertarikan Pertanian dengan Industri Manufaktur Menurut Suhendra (2004) di banyak negara, sektor pertanian yang berhasil merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Para perancang pembangunan Indonesia pada awal masa pemerintahan Orde Baru menyadari benar hal tersebut, sehingga pembangunan jangka panjang dirancang secara bertahap. Pada tahap pertama, pembangunan dititikberatkan pada pembangunan sector pertanian dan industri penghasil sarana produksi peratnian. Pada tahap kedua, pembangunan dititikberatkan pada industri pengolahan penunjang pertanian (agroindustri) yang selanjutnya secara bertahap dialihkan pada pembangunan industri mesin dan logam. Rancangan pembangunan seperti demikian, diharapkan dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia yang serasi dan seimbang, tangguh menghadapi gejolak internal dan eksternal. Pada saat Indonesia memulai proses pembangunan secara terencana pada tahun 1969, pangsa sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai lebih dari 40 persen, sementara itu serapan tenaga kerja pada sector pertanian mencapai lebih dari 60 persen. Fakta inilah yang kemudian mengilhami penyusunan rencana, strategi dan kebijakan yang mengedepankan pembangunan pertanian sebagai langkah awal proses pembangunan. Kebijakan untuk menetapkan sektor pertanian sebagai titik berat pembangunan ekonomi sesuai dengan rekomendasi Rostow dalam rangka persiapan tinggal landas (Simatupang dan Syafa’at, 2000). Lebih lanjut dinyatakan bahwa revolusi pertanian merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan upaya menciptakan prakondisi tinggal landas. Pentingnya peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara juga dikemukakan oleh Meier (1995) sebagai berikut:
(1) dengan mensuplai makanan pokok dan bahan baku bagi sektor lain dalam ekonomi yang berkembang, 
(2) dengan menyediakan surplus yang dapat diinvestasikan dari tabungan dan pajak untuk mendukung investasi pada sektor lain yang berkembang, 
(3) dengan membeli barang konsumsi dari sektor lain, sehingga akan meningkatkan permintaan dari penduduk perdesaan untuk produk dari sektor yang berkembang, dan
(4) dengan menghapuskan kendala devisa melalui penerimaan devisa dengan ekspor atau dengan menabung devisa melalui substitusi impor. 

Sumber : http://www.yohanli.com/peranan-pertanian-dalam-pembangunan.html http://metrotvnews.com/metromain/analisdetail/2010/06/09/23/Sektor-Pertanian-dan-Struktur-Perekonomian-Indonesia http://www.deptan.go.id/pusdatin/statistik/ntp.htm http://www.brighten.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=60:investasi-pertanian&catid=47:indra&Itemid=80 http://ruslhysyam-motivasi.blogspot.com/p/perekonomian-indonesia.html http://findiyuningsih.blogspot.com/2011/03/tugas-perekonomian-indonesia-sektor.html

Rabu, 16 Maret 2011

tugas perekonomian indonesia Bab 5 pembangunan daerah dan otonomi daerah

BAB 5
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH


Pembangunan ekonomi regional

EKONOMI REGIONAL
( ILMU PEMBANGUNAN WILAYAH )
4 pilar penopang Ek Reg :
1. geografi
2. perencanaan kota
3. Ekonomi
4. Teori lokasi

Kekurangannya : aspek biogeofisik, aspek sosial budaya pilar penopang Ekonomi Regional :
1. analisa geofisik
2. analisa kelembagaan
3. analisa ekonomi
4. analisa sosial budaya
5. analisa lingkungan
6. analisa lokasi

KONSEP RUANG DAN WILAYAH

1. Konsep Ruang
Beda mandasar ilmu ekonomi dan ekonomi regional :
Ilmu ekonomi menjawab pertanyaan : apa, berapa, bagaimana, untuk siapa, bilamana
Ekonomi regional menjawab kelima pertanyaan di atas + DIMANA

2. Konsep Wilayah
Wilayah : unit geografis dengan batas tertentgu yang tergantung satu dengan lainnya
secara fungsional
a. Wilayah Homogen ( Homogeneous Region ) :
Wilayah yang dipandang dari satu aspek / criteria mempunyai sifat dan cirri yang
relative sama, seeprti : struktur produksi dan konsumsi, tingkat pendapatan,
iklim, budaya, agama.
Contoh : wilayah pertanian pangan, perikanan, perkebunan coklat.
Desa, kabupaten, propinsi, ASEAn ( skala internasional )
b. Wilayah Nodal ( Nodal Region )
Secara fungsional punya ketergantungan antara pusat ( inti ) dan daerah
belakangnya ( hinterland ), dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang
dan jasa.
Batas wilayah nodal ditentukans ejauh mana pengaruh dari suatu pusat kegiatan
ekonomi digantikan oleh pengaruh dari pusat kegiatan ekonomi lain.
Digambarkan sebagai sel hidup inti dengan daerah perifer yangs aling
melengkapi .
  • Saling tergantung : melalui perantaraan jual beli barang dan jasa secara local 
  • Ada peluang pertukaran barang dan jasa secara intern.
  • Kecil kemungkinan utk mengadakan perdagangan antara satu dengan lainnya.
Contoh : Jabodetabek, SIJORI, IMS- GT ( Indonesia Malaysia Singapore Growth
Triangle )

c. Wilayah Perencanaan ( Planning Region )
Menurut Booudeville :
Wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan – keputusan ekonomi
Cukup besar utk terjadinya perubahan penting dalam penyebaran penduduk, dan
kesempatan kerja, namun cukup kecil kemungkinan utk persoalan perencanaan dapat
dipandang sebagai kesatuan.
Menurut Kleassen :
Ciri-2nya :
1. Cukup besar utk mengambil keputusan ekonomi terkait skala ekonomi
2. Mampu mengubah industri sendiri dengan tenaga kerja yang ada
3. Punya struktur ekonomi yang homogen
4. Punya sekurang – kurangnya satu titik pertumbuhan
5. Menggunakan cara pendekatan perencanaan pembangunan.
6. Masyarakatnya punya kesadaran bersama terhadap persoalannya

Jadi wilayah perencanaan merupakan daerah geografi yang cocok untuk perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan untuk memecahkan persoalan regional.
Contoh : Wilayah Pembangunan dalam Repelita, Propenas, Propeda nasional,
propinsi, kabupaten.

d. Wilayah Administratif :
Batas – batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau
politik spt : prop, kab / kota, kecamatanm, desa/ kelurahan
Kelebihan konsep ini : pengelompokan data berorientasi pada batas wilayah
administratif.

e. Wilayah Pesisir dan Lautan
Merupakan wilayah yang dapat termasuk dalam ke 4 wilayah tsb
 
TEORI LOKASI
Untuk memilih lokasi kegiatan ekonomi dan sosial serta analisa interaksi antar wilayah
Faktor Penentu Pemilihan Lokasi kegiatan ekonomi :
1. Ongkos angkut
2. Perbedaan upah antar wilayah
3. Keuntungan aglomerasi muncul bila kegiatan ekonomi yang saling terkait
terkonsetrasi pada suatu tempat tertentu. Keterkaitan : backward linkage ( dengan
bahan baku ), forward linkage ( dengan pasar ).

Keuntungan aglomerasi muncul dalam 3 bentuk :
a. keuntungan skala besar baik bahan baku maupun pasar ( Scale economies )
b. Keuntungan Lokalisasi ( localisation economies ) dari penurunan ongkos angkut
c. Keuntungan karena penggunaan fasilitas secara bersama ( urbanization economies ) :
listrik, gudang, angkutan, air dll.
4. Konsentarsi permintaan antar wilayah ( Spatial Demand )
5. Kompetisi antar wilayah ( Spatial Competition )
Bila persaingan tajam seperti pada pasar persaingan sempurna, maka pemilihan lokasi
perusahaan cenderung terkonsentrasi dengan perusahaan l;ain yang menjual produk
yang sama.. Bila persaingan tidak tajam ata pada pasar monopoli, pemilihan lokasi
cenderung bebas.

6. Harga dan sewa tanah
Untuk maksimalisasi keuntungan, perusahaan akan cenderung memilih lokasi dimana
harga sewa tanah rendah.
 
Teori Lokasi:
1. Bid Rent Theories ( Von Thunen )
Pemilihan lokasi didasarkan pada kemampuan membayar harga tanah ( bid – rent ) yang berbeda dengan harga pasar tanah ( land – rent ). lokasi berdasarkan bid-rent tertinggi.
Makin dekat letaknya dengan pasar penjualan atau pusat kota makin tinggi sea tanah makin berkurang biaya transportasi


Factor-faktor penyebab ketimpangan

Dalam struktur ekonomi yang sehat, beban inflasi hampir merata menimpa seluruh penduduk, meskipun secara teoritis penanggung terberat inflasi adalah mereka yang berpendapatan tetap dan kaum penganggur (yang tidak memiliki pendapatan).
Namun, akibat karakter inflasi di Indonesia seperti yang dideskripsikan di atas sangat mungkin inflasi sekaligus menjadi sumber penyebab ketimpangan pendapatan yang lebih besar. Singkatnya, sumber penyumbang inflasi terbesar adalah komoditas pangan dan bahan makanan, padahal, sekitar 70-80% pendapatan orang miskin digunakan untuk mengonsumsi pangan. Jadi, pendapatan mereka benar-benar tergerus oleh karakter inflasi yang tidak ramah ini.
Berikutnya, penikmat inflasi adalah kaum saudagar pangan (produsen kakap, distributor, importir, dan lain-lain) yang memetik laba dari kenaikan harga komoditas tersebut. Petani (gurem) tidak menerima keuntungan karena nasib mereka yang telah diatur oleh pelaku di hilir itu.
Oleh karena itu, jika tidak ditangani dengan saksama, inflasi kali ini juga akan memperburuk tingkat kemerataan pendapatan, yang dalam beberapa tahun terakhir ini memang telah kian menganga.
Namun, yang mengherankan, dalam situasi seperti ini pemerintah (Departemen Pertanian) akan memilih kebijakan ekspor beras karena sekarang sedang panen raya (kelebihan produksi) dan insentif harga internasional yang sedang bagus (tinggi). Kebijakan ini, sekali lagi, sulit dinalar karena kelebihan produksi ini sifatnya hanya tentatif.

Pembangunan Indonesia bagian timur

Pembangunan di Indonesia Bagian Timur lebih tertinggal dibandingkan daerah Indonesia bagian lain. Mungkin penyebabnya tanah yang lebih tidak subur dan masalah transportasi. Aku lihat sih daerah yang agak tandus, jalannya lebih cepat rusak, entah karena keadaan tanahnya atau karena suhu udaranya yang lebih panas. Sehingga perjalanan memerlukan waktu tempuh yang lebih lama dan medan yang berat. Aku sering main daerah dekat waduk/bendungan. Daerah yang sulit dijangkau karena jalannya rusak atau jauh, lebih mudah terjangkau dengan adanya transportasi air.

Keuntungannya:
  •  Proyek yang menarik dan mudah dijual karena akan mendapatkan hasil langsung berupa pohon/hasil hutan sepanjang yang akan dibuat jalan. Akan mendapatkan bahan galian yang bisa berupa bahan tambang yang bernilai tinggi (bisanya daerah tandus kaya akan bahan tambang bernilai tinggi dan batuan mulia/permata)dan atau bahan mineral.
  • Peluang bisnis transportasi manusia dan barang (kalau tidak salah transportasi via air termasuk transportasi yang paling murah untuk angkutan barang).
  •  Bendungan bisa juga dibuat pembangkit listrik tenaga air.
  •  Bisa menjadi Objek wisata
  •  Di bendungan bisa dibuat budi daya ikan jaring terapung, sedangkan di jalan air bisa di buat budi daya ikan di keramba.
  •  Untuk saluran irigasi.
  •  Meningkatkan kesuburan tanah(biasanya daerah dekat aliran air, tanahnya menjadi lebih subur).
  • Bisa juga dirancang untuk mengatasi banjir.
  •  Bisa juga dirancang untuk mengatasi kebakaran hutan (minimal melokalisasi kebakaran hutan yang terpotong jalan air).
  •  Transportasi manusia dan barang lebih mudah, murah dan lancar otomatis meningkatkan aktivitas ekonomi di daerah itu dan antar pulau.
  • Akan berkembang aktivitas-aktivitas ekonomi penunjang lainnya yang meningkatkan penghasilan dan menyerap lapangan pekerjaan.
  • Mempermudah aparat keamanan untuk menjaga daerah-daerah yang sulit dijangkau lewat darat.

Hal-hal yang harus diperhatikan:
  • Masalah pengawasan dan keamanan lalu lintas jalan air
  •  Debit banjir bila air meluap
  •  Pemeliharaan jalan air
  •  Masalah keselamatan pengguna jalan air.


Teori dan anlisis pembangunan ekonomi daerah

Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya – sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sector swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999 : 298).
Oleh karena itu, bila prioritas pembangunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing – masing daerah, maka sumber daya yang ada kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Keadaan tersebut mengakibatkan relatif lambatnya proses pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dikatakan berjalan jika ditandai dengan adanya pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Kuznets (1999) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang – barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan tekhnologi, penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya.
Jhingan (1999 : 57) mengatakan suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada yang telah dicapai pada masa sebelumnya. Artinya perkembangan baru tercipta apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomiantersebut menjadi bertambah besar pada tahun – tahun berikutnya.
Dengan berdasarkan pada kenyataan bahwa pada suatu daerah terbagi kedalam wilayah – wilayah dan sub – sub wilayah, maka pertumbuhan daerah akan ditentukan oleh factor – factor utama yang antara lain (Tarigan, 2004 : 37):
a. Sumber daya alam yang tersedia
b. Tersedianya modal bagi pengelolaan sumber daya alam
c. Adanya prasarana dan sarana (infrastruktur) yang menunjang, seperti transportasi, komunikasi dan lain – lain.
d. Tersedianya tekhnologi yang tepat untuk pengelolaan sumber daya alam.
e. Tersedianya kualitas sumber daya manusia untuk pengelolaan tekhnologi.
Menurut Anwar (1996 : 17) teori yang menjelaskan tentang pertumbuhan suatu daerah dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu;
a. Inward – Looking Theories
Teori ini menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah diakibatkan oleh factor – factor ekonomi yang ada di daerah itu sendiri.
b. Output Oriented Theories
Teori ini menganggap bahwa adanya mekanisme yang mendasari fenomena pertumbuhan daerah dari satu daerah kedaerah lainnya.


Otonomi daerah
 
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Setelah era reformasi bergulir pada 1998 dan disusul dengan Otonomi daerah 1999 untuk menggantikan desentralisasi, hampir semua geliat pembangunan di Indonesia kini beralih ke daerah. Pusat hanya mengarahkan dan fasilitator saja namun pelaksanaan kebijakan sejatinya bertumpu pada daerah. Sejak digulirkannya Otonomi Daerah kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan Pemilu kepala daerah, semua kebijakan yang mengarah pada pemanfaatan sumber daya yang ada di bebankan kepada otoritas daerah terutama untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah -PAD dan kemudian sebagian disetor ke Pemerintah Pusat.
Untuk memperoleh dan menggenjot PAD, akhirnya daerah membuat dan menerbitkan Undang Undang daerah atau peraturan daerah - Perda yang bertujuan untuk mengatur PAD dengan memberdayakan semua potensi yang ada.
Namun alih alih menambah atau meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui PERDA berdasarkan Otonomi Daerah, Pemerintah Pusat melihat  yang terjadi adalah timbulnya masalah dari penerbitan PERDA itu sendiri. Karena penerbitannya tidak sesuai dengan Undang Undang yang telah ditetapkan oleh Pemerintah yang disahkan oleh DPR.
Sebenarnya yang dibutuhkan oleh daerah bukan bersandarkan hanya pada  Otonomi  Daerah beserta PERDAnya   tapi dibutuhkan adalah kecerdikan, kreatifitas dan kecermatan dari Kepala daerah dan para pimpinan lainnya dalam menggali dan mengatur setiap potensi sosial ekonomi serta sumber daya yang ada dalam memenuhi Pendapatan Asli Daerah.
Memang efek yang terjadi dari otonomi daerah adalah jika suatu daerah tidak mempunyai sumber daya alam yang mencukupi daerah tersebut akan lebih tertinggal dibanding bersumber daya alam yang melimpah.
Namun patut dicatat tanpa kecerdikan, kreatifitas dan kecermatan serta tanpa merujuk pada Konstitusi, sumber daya yang melimpah pun pastinya tidak akan dapat digali dengan maksimal . Sehingga yang terjadi adalah timbulnya Peraturan daerah - PERDA yang tumpang tindih dengan Undang Undang yang pastinya dari sisi kedudukan hukum lebih tinggi.
Melihat banyaknya PERDA yang  bermasalah tidak heran Pemerintah Pusat saat ini sedang mengevaluasi, mengkaji bahkan akan membatalkan banyak PERDA yang ada. Semua itu, bermuara dari adanya keluhan dari investor dalam dan luar negeri ketika akan berusaha serta menanamkan modalnya di daerah bahkan penduduk setempat.
Terkait dengan  rencana pembatalan PERDA  beberapa pengamat menyarankan pada pemerintah hendaknya birokrasi di Pusat diperbaiki dan dipermudah agar setiap usulan alokasi dana setiap daerah dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan  daerah pengusul serta alokasi yang tepat pada waktunya.
Kalau kita cermati kesalahan yang terjadi adalah bermuara dari Euphoria makna dari Kebebasan dalam bingkai Reformasi. Namun jika merujuk pada pembukaan Undang Undang  Dasar 45, Otonomi Daerah di Indonesia seharusnya dapat berjalan dengan baik.
Karena pastinya setiap daerah tidak lagi berlomba lomba menambah Pendapatan Asli Daerah melalui PERDA dengan melupakan dan mengabaikan  kesejahteraan keadilan  masyarakat yang kerap kali tidak sesuai dengan makna dan tujuan dari Preambule Konstitusi Bangsa dan Negara Indonesia serta UU.
Karena itu Jika semua pemangku kepentingan di negeri ini dalam mengambil keputusan  selalu merujuk pada hal tersebut. niscaya Indonesia akan sejahtera, makmur, adil dan mampu bertahan di setiap krisis.

Sumber :
http://www.scribd.com/doc/8524550/Ringkasan-Ekonomi-Regional
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=9946&coid=2&caid=19&gid=2
http://www.forumbebas.com/thread-139249.html
http://blog.binadarma.ac.id/muhammadinah/?p=57
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
http://id.voi.co.id/voi-dignitorial/6984-otonomi-daerah-dan-peraturan-daerah.html

Tugas perekonomian indonesia Bab 4

BAB 4 KEMISKINAN DAN KESENJANGAN
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN

1. Konsep dan Definisi

Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relative, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute. Kemiskian relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di Negara-negara maju, kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingakt pendapatan rata-rata per kapita. Sebagi suatu ukuran relative, kemiskinan relative dapat berbeda menurut Negara atau periode di suatu Negara. Kemiskinan absolute adalah derajat dari kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.

2. PERTUMBUHAN, KESENJANGAN DAN KEMISKINAN

Data 1970 – 1980 menunjukkan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan PDB/pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan sikaya dengan simiskin.
Penelitian di Asia Tenggara oleh Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama periode 1970an dan 198an ketimpangan distribusi pendapatan mulai menurun dan stabil, tapi sejak awal 1990an ketimpangan meningkat kembali di LDC’s  dan DC’s seperti Indonesia, Thaliland, Inggris dan Swedia.
Janti (1997) menyimpulkan è semakin besar ketimpangan dalam distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan kebijakan publik. Perubahan pasar buruh ini disebabkan oleh kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besar saham pendapatan istri dalam jumlah pendapatan keluarga. Hipotesis Kuznetsè ada korelasi positif atau negatif yang panjang antara tingkat pendapatan per kapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan.

3. BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
 
 INDIKATOR KESENJANGAN 
     Ada sejumlah cara untuk mrngukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.

Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.0
Kurva Lorenz, Kumulatif presentase dari populasi, Yang mempunyai  pendapatan
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan sedang dengan nilai gini antara 0,36-0,49, dan ketimpangan dikatakan rendah dengan koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group : 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya, ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan ketidakmerataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.
 
 INDIKATOR KEMISKINAN
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of proverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut yang dapat dijelaskan dengan formula sebagai berikut :
Pa = (1 / n) ∑i [(z - yi) / z]a
Indeks Pa ini sensitif terhadap distribusi jika a >1. Bagian [(z - yi) / z] adalah perbedaan antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok keluarga miskin (yi) dalam bentuk suatu presentase dari garis kemiskinan. Sedangkan bagian [(z - yi) / z]a adalah presentase eksponen dari besarnya pendapatan yang tekor, dan kalau dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi dengan jumlah populasi (n) maka menghasilkan indeks Pa.
Ketiga, the severity of property yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK). Indeks ini pada prinsipnya sama seperti IJK. Namun, selain mengukur jarak yang memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan, IKK juga mengukur ketimpangan di antara penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Indeks ini yang juga disebut Distributionally Sensitive Index dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.

4. TEMUAN EMPIRIS
 
DISTRIBUSI PENDAPATAN  

Studi-studi mengenai distribusi pendapatan di Indonesia pada umumnya menggunakan data BPS mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Data pengeluaran konsumsi dipakai sebagai suatu pendekatan (proksi) untuk mengukur distrubusi pendapatan masyarakat. Walaupun diakui bahwa cara ini sebenarnya mempunyai suatu kelemahan yang serius, data pengeluaran konsumsi  bisa memberikan informasi yang tidak tepat mengenai pendapatan, atau tidak mencerminkan tingkat pendapatan yang sebenarnya.
Akan tetapi, karena pengumpulan data pendapatan di Indonesia seperti di banyak LCDs lainnya masih relatif sulit, salah satunya karena banyak rumah tangga atau individu yang bekerja di sektor informal atau tidak menentu, maka penggunaan data pengeluaran konsumsi rumah tangga dianggap sebagai salah satu alternatif.
Menjelang pertengahan tahun 1997, beberapa saat sebelum krisis ekonomi muncul, ingkat pendapatan per kepala di Indonesia sedah melebihi 1000 dolas AS, dan tingkat ini jauh lebih tinggi. Namun, apa artinya kalau hanya 10% saja dari jumlah penduduk di tanah air yang menikmati 90% dari jumlah PN. Sedangkan, sisanya 80% hanya menikmati 10% dari PN. Atau kenaikan PN selama masa itu hanya dinikmati oleh kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan dari kelompok masyarakat yang mewakili 90% dari jumlah penduduk tidak mengalami perbaikan yang berarti.
Boleh dikatakan bahwa baru sejak akhir 1970-an, Pemerintah Indonesia mulai memperlihatkan kesungguhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejak itu aspek pemerataan dalam trilogi pembangunan semakin ditekankan dan ini didentifikasikan dalam delapan jalur pemerataan. Sudah banyak program-program dari pemerintah pusat hingga saat ini yang mencerminkan upaya tersebut, seperti program serta kebijkan yang mendukung pembangunan industri kecil, rumah tangga dan koperasi, Program Keluarga Sejahtera, Program KB, UMR, UMP, dan lain sebagainya.
Yang menarik dari data susenas tersebut adalah bahwa ternyata krisis ekonomi tidak membuat ketimpangan dalam distribusi pendapatan menjadi tambah parah, bahkan kelihatannya cenderung menurun. Dan angka Indeks Gini di pedesaan selalu lebih rendah dari pada di perkotaan.

 KEMISKINAN

Di Indonesia, kemiskinan merupakan salah satu masalah besar. Terutama meliahat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin di tanah air berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak Pelita I hingga 1997 (sebelum krisis eknomi). Berdasarkan fakta ini selalu muncul pertanyaan, apakah memang laju pertymbuhan yang tingii dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau apakahmemang terdapat suatu korelasi negatif yang signifikan antara tingkat pertumbuhan dan presentase jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan?.
Kalau dilihat data dari Asia dalam sstudinya Dealolikar dkk. (2002), kelihatannya memang ada perbedaan dalam presentase perubahan kemiskinan antara kelompok negara dengan leju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kelompoknegara dengan pertumbuhan yang rendah. Seperti China selama tahun 1994-1996 pertumbuhan PDB riil rata-rata per tahun 10,5%, tingkat penurunan kemiskinan per kapita selama periode tersebut sekitar 15,5%, yakni dari 8,4% ke 6,0% dari jumlah populasinya. Sedangkan, misalnya Bangladesh dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun hanya 3,1% selama 1992-1996, tingkat penurunan kemiskinannya per kapita hanya 2,5%. Ada sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah walaupun ekonominya tumbuh positif.[5]
Seperti telah dibahas sebelumnya, banyak studi empiris yang memang membuktikan adanya suatu relasi trade off yang kuat antara laju pertumbuhan pendapatan dan  tingkat kemiskinan, namun hubungan negatif tersebut tidak sistematis. Namun, dari beberapa studi empiris yang pernah dilakukan, pendekatan yang digunakan berbeda-beda dan batas kemiskinan yang dipakai beragam pula, sehingga hasil atau gambaran mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan juga berbeda.

 5. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
 Faktor yang berpengaruh pada tingkat kemiskinan:

   1. Pertumbuhan
   2. Tingkat Pendidikan
   3. Struktur Ekonomi

6.KEBIJAKAN ANTIKEMISKINAN

 Kebijakan anti kemiskinan dan distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat penting dari lembaga-lembaga dunia, seperti Bank Dunia, ADB,ILO, UNDP, dan lain sebagainya.
Tahun 1990, Bank Dunia lewat laporannya World Developent Report on Proverty mendeklarasikan bahwa suatu peperangan yang berhasil melawan kemiskinan perlu dilakukan secara serentak pada tiga front : (i) pertumbuhan ekonomi yang luas dan padat karya yang menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi kelompok miskin, (ii) pengembangan SDM (pendidikan, kesehatan, dan gizi), yang memberi mereka kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi, (iii) membuat suatu jaringan pengaman sosial untuk mereka yang diantara penduduk miskin yang sama sekali tidak mamu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan perkembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan mental, bencana alam, konflik sosial, dan terisolasi secara fisik.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :
Intervensi jangka pendek, berupa :
1. Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
2. Manajemen lingkungan dan SDA
3. Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
4. Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
5. Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
6. Intervensi jangka menengah dan panjang, berupa :
7. Pembangunan/penguatan sektor usaha
8. Kerjsama regiona
9. Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
10. Desentralisasi
11. Pendidikan dan kesehatan
12. Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
13. Pembagian tanah pertanian yang merata
 
REFERENSI:
http://www.oppapers.com/essays/Kemiskinan-Dan-Kesenjangan-Pendapatan/309992
http://zhes.wordpress.com/2011/02/28/adanya-kemiskinan-dan-kesenjangan/
http://blog.uin-malang.ac.id/nita/2011/01/06/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan/

Sabtu, 12 Maret 2011

tugas perekonomian BAB 3

Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi
    Umumnya pemerintah yang terpilih di Indonesia selalu orientasi utamanya yaitu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pertumbuhan ekonomi memang penting umumnya untuk kemajuan negara. Indonesia yang kebanyakan penduduknya hidup dibawah garis kemiskinan merupakan suatu masalah besar, ditambah dengan adanya pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Untuk menaikan pertumbuhan ekonomi pemerintah harus lebih gencar menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih luas, serta pelatihan kerja bagi orang-orang awam. Sehingga menjadi tenaga kerja terlatih. Untuk meningkatkan pendapatan perkapita perseorangan dan juga meningkatkan investasi yang lebih besar.

Pertumbuhan Ekonomi Selama Orde Baru Hingga Saat Ini

     Pada zaman pemerintahan orde baru sebelum krisis moneter terjadi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dibilang sangatlah luar biasa, pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat itu merupakan titik awal kemajuan negara Indonesia. Sejak pelita 1 dimulai PN Indonesia perkapita mengalami peningkatan relatif tinggi setiap tahun dan pada akhir dekade 1980-an telah mendekati US$500, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan PDB rata-rata pertahun juga tinggi 7%-8% selama 1970-an dan turun ke 3%-4% pertahun selama 1980-an. ekspor Indonesia, baik komoditas primer maupun barang-barang industri maju, seperti AS, jepang, dan eropa barat yang merupahkan pasar penting ekspor indonesia. Dampak negative dari resensi ekonomi dunia tahun 1982 terhadap perekonomian Indonesia terutama terasa dalam laju perumbuhan ekonomi selama 1982- 1988 jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Karena pengalaman menujukan bahwa biasanya resensi ekonomi dunialebih mengakibatkan permintaan dunia berkurang terhadap bahan-bahan baku (sebagian besar di ekspor oleh NSB) daripada permintaan terhadap barang-baraang konsumsi, seperti alat-alat rumah tangga dari elektronik dan mobil (pada umumnya adalah ekspor negara-negara maju).
Ekonomi mencapai klimaksnya, yakni tahun 1998, laju pertumbuhan PDB jatuh dratis hingga 13,1%. Namun, pada tahun 1999 kembali positif walaupun kecil sekitar 0,8% dan tahun 2000 ekonomi Indonesia sampai mengalami laju pertumbuhan yang tinggi hampir mencapai 5%.
Antara tahun 1990 hingga setahun menjelang krisis ekonomi, ekonomi indonesia tumbuh rata-rata pertahun diatas 8%. Kemajuan yang dicapai oleh cina dan india memang sangat menakjubkan. Pada awal dekade 90-an, pertumbuhan ekonomi dikedua Negara besar tersebut masing-masing tercatat hanya 3,8% dan 5,3%. Namun, pada pertengahan dekade 90-an, pertumbuhan kedua negara itu sudahmenyamai bahkan melewati persentasi Indonesia.


A. Faktor-Faktor Penentu Prospek Perekonomian Indonesia
a. PDB

     Distribusi Produk Domestik Bruto (PDB) menurut sektor atas dasar harga berlaku menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun dan tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan mempunyai peranan sebesar 55,9 persen pada tahun 2006.  Sektor industri pengolahan memberi kontribusi sebesar 28,1 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 14,9 persen, dan sektor pertanian 12,9 persen. Pada tahun 2006 terjadi perubahan peranan pada beberapa sektor ekonomi dibanding 2005 yaitu penurunan pada sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan. Mimin mengatakan penurunan yang cukup besar terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran dari 15,4 persen pada tahun 2005 menjadi 14,9 persen tahun 2006. 
Peranan sektor pertambangan dan penggalian menurun dari 11,1 menjadi 10,6 persen, sektor pertanian menurun dari 13,1 persen menjadi 12,9 persen, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan dari 8,3 persen menjadi 8,1 persen, sektor listrik, gas dan air bersih menurun dari 1,0 persen menjadi 0,9 persen. Sementara sektor konstruksi naik peranannya dari 7,0 persen tahun 2005 menjadi 7,5 persen tahun 2006, sektor pengangkutan dan komunikasi naik dari 6,5 persen menjadi 6,9 persen, sektor industri pengolahan naik dari 27,7 persen menjadi 28,1 persen dan sektor jasa-jasa naik dari 9,9 persen menjadi 10,1 persen. Peranan PDB tanpa migas naik dari 88,6 persen pada tahun 2005 menjadi 89,2 persen pada tahun 2006.

     Product Domestic Bruto (PDB) Indonesia diproyeksikan menjadi Rp 4.200 triliun pada 2008. Sektor yang diharapkan untuk mendorong pertumbuhan PDB tersebut dari sektor konsumsi dan proyek infrastruktur. PDB 2008 sekitar Rp. 4.200 triliun. Yang paling mendorong itu konsumsi. Konsumsi adalah 60 persen, pemerintah menaruh pertumbuhan ekonomi itu didukung dengan kebijakan fiskal. Sedangkan PDB Indonesia pada 2007 diperkirakan mencapai Rp. 3.531,08 triliun.Konsumsi masyarakat yang pada titik kritis saat ini akibat menurunnya daya beli. Karena itu, pemerintah tengah menyiapkan program yang dapat meningkatkan pendapatan riil masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Selain itu, pemerintah juga akan mengurangi tingkat suku bunga dan inflasi.
Penerimaan naik itu tidak ada artinya jika inflasinya tinggi. Selain itu, harga terkendali, sehingga akhirnya income riil naik.Titik kritis yang lain adalah investasi. Untuk mencapai pertumbuhan PDB pada level tersebut, diperlukan investasi lebih dari Rp. 1.000 triliun. Jumlah kebutuhan investasi untuk mendorong infrastruktur. Jika investasi itu naik, maka akan terjadi akselerasi dan akhirnya menciptakan lapangan pekerjaan. Sehingga pemerintah dalan mengalokasikan jumlah anggaran yang cukup signifikan dalam belanja infrastruktur.Anggaran untuk infrastruktur itu, dapat disebar di departemen teknis antara lain Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Perhubungan. Pemerintah yang punya anggaran belanja modal, akan menggunakannya untuk belanja irigasi, bandara, pelabuhan, kereta api.Selain mengalokasikan anggaran yang meningkat signifikan untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah juga mendorong investasi swasta melalui skema Public Private Partnership (PPP) untuk beberapa proyek seperti infrastruktur listik, pengadaan jalan, bandara dan pelabuhan. Menurut Anggito, pemerintah akan melakukan pembagian risiko terhadap pihak swasta.
Investasi juga akan dibentuk dari perbankan, PMDN, PMA, pasar modal, dan keuntungan perusahaan yang diinvestasikan. "Jadi dari sumber-sumber itu sudah masuk pipeline untuk bisa mendukung investasi yang memadai untuk 2008. Semua itu cukup untuk mendukung pertumbuhan 6,8 persen.Konsumsi, investasi, ditambah kinerja ekspor yang masih cukup baik, mampu membentuk PDB menjadi Rp 4.200 triliun. Sebelumnya, ekonomi pada 2008 ditargetkan tumbuh 6,8 persen. Asumsi tersebut juga memperhatikan proyeksi pencapaian 2007 yang diprediksi hanya akan mencapai 6,1 persen. Untuk mengejar target 2008 itu, beberapa indikator pendorong pertumbuhan mesti dipenuhi yaitu konsumsi rumah tangga harus tumbuh 5,9 persen, konsumsi pemerintah 6,2 persen, investasi 15,5 persen, ekspor 12,7 persen, dan impor 17,8 persen. Sedangkan Standard Chartered Bank (SCB) memprediksi pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) tahun 2008 hanya 6,3%. Angka ini jauh lebih rendah dari target PDB dalam APBN 2008 sebesar 6,8%.

     Setelah terpengaruh oleh dampak peningkatan tajam harga minyak dan tingkat suku bunga di tahun 2005, ekonomi Indonesia berangsur pulih dan perkembangannya cenderung meningkat dari 5,5% di tahun 2006 menjadi 6,1% di tahun 2007 dan 6,3% di tahun 2008. Angka PDB SCB ini sudah memperhitungkan prediksi adanya perlambatan ekonomi global di 2008. Tingginya harga minyak dunia merupakan ancaman bagi pertumbuhan. Dan PDB SCB memperkirakan harga minyak akan turun di 2008 seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global. Sementara menjelang Pemilu 2009 terlihat prospek pertumbuhan ekonomi. Ini karena pemerintah akan meningkatkan belanja untuk infrastruktur, mempercepat program infrastruktur. Angka pertumbuhan ekonomi 2008 dalam APBN sebesar 6,8% menurut Bank Indonesia (BI) adalah angka yang paling optimistis. BI sendiri untuk tahun 2008 lebih memilih target yang aman di kisaran 6,2-6,8 persen. Dalam APBN 2008, pertumbuhan ekonomi yang sebesar 6,8 persen memakai asumsi inflasi sebesar 6 persen, defisit anggaran 1,7 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 9.820, bunga SBI 3 bulan 7,5 persen dan harga minyak US$ 60 per barel. Produksi minyak 1,034 juta barel per hari.

B. Perubahan Struktur Perekonomian Indonesia

     Sekedar menengok ke belakang, krisis yang telah dialam Indonesia pada tahun 1997/98 telah banyak menimbulkan kerugian bagi perekonomian nasional. Kerugian tersebut antara lain berupa menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat akibat tingginya inflasi dan pertumbuhan ekonomi negatif dan kenaikan secara drastis utang pemerintah akibat kebijakan rekapitalisasi perbankan. Khusus tentang utang pemerintah ini merupakan catatan tersendiri sebab Indonesia awalnya hampir tidak memiliki utang domestik lebih dari Rp 550 triliun yang kini menjadi beban APBN.
Kini perekonomian Indonesia, sudah kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi. Namun dampak krisis yang terjadi pada sepuluh tahun yang lalu tersebut masih terasa hingga kini. Bagi APBN, munculnya tambahan utang baru berupa utang dimestik, telah manajemen pengelolaan fiskal pada APBN membutuhkan upya ekstra dan lebih berhati-hati.
Di tahun 2007 ini, ekonomi Indonesia kembali menghadapi ujian berat, terutama sejak kuartal ketiga 2007. sejumklah analisis bahkan sempa pesimis target pertumbuhan ekonomi 2007 sebesar 6.3 % dapat tercapai. Namun, begitu Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga sebesar 6,5 % prediksi sejumlah analis tersebut berubah drastis dengan berbalik optimis.
Dari sisi eksternal, tahun 2007 antara lain dipengaruhi oleh (i) tingginya harga minyak mentah dunia (ii) pengaruh krisis kredit perumahan kelas dua atau subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) serta (iii) melemahnya ekonomi AS. Ketiga faktor ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia melambat dan perekonomian domestik pun terkena imbasnya.
Implikasi dari tingginya harga minyak mentah dunia diperkirakan hingga akhir 2007 ini menyebabkan kenaikan beban pada APBN 2007. diperkirakan, rata-rata harga minyak impor untuk konsumsi dalam negeri (BBM) tahun 2007 mencapai US$ 72,42 barel. Kenaikan harga munyak impor ini akan menambah belanja terkait dengan migas pada APBN 2007 sebesar Rp36,7 triliun yaitu dari Rp77,5 triliun menjadi Rp11,2 triliun. Sementara itu rata-rata harga minyak ekspor selama 2007 diperkirakan US$69,52 per barel. Kenaikan harga minyak ini diperkirakan akan meningkatkan penerimaan migas sebesar Rp30,3 triliun yaitu dari Rp151,2 menjadi Rp181,5 triliun. Secara netto, efek dari kenaikan harga minyak ini terhadap APBN 2007 adalah negatif sebesar Rp6,4 triliun.
Di tahun 2007 ini, juga terdapat sejumlah blessing di balik kenaikan harga minyak ini. Ternyata tingginya harga minyak diikuti pula naiknya harga sejumlah komoditas pertambangan dan perkebunan. Tingginya harga minyak  dan komoditas pertambangan lainnya ini menyebabkan laba BUMN pertambangan diperkirakan akan mengalami peningkatan sehingga memunculkan harapan dividen BUMN pertambangan pun akan naik. Kenaikan harga CPO (crude palm oil) pun diperkirakan akan menambah pernerimaan negara melalui pungutan ekspor (PE) yang akan mulai diberlakukan tahun 2007 ini yakni sebesar 10%.
Ditambah dengan sejumlah langkah penghematan dalam beberapa pos belanja negara pada APBN 2007 yang diperkirakan sebesar Rp19,6 triliun, APBN 2007 akan tetap aman. Defisit APBN tetap akan ditekan di level 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Pencapaian kinerja ekonomi 2007 ini tentunya menjadi modal berharga untuk menghadapi 2008 akan tetap ada. Estimasi ekknomi Indonesia 2008 akan tetap menghadapi risiko eksternal yang kurang lebih sama dengan 2007. Risiko-risiko tersebut adalah (i) masih tingginya harga minyak mentah, (ii) pengaruh lanjutan krisis subprime mortgage di AS, dan (iii) melemahnya ekonomi AS. Ketiganya menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia melambat.
Hari-hari ini, mata para pelaku ekonomi dunia tertuju pada dua negara besar: AS dan Cina. Berdasarkan ilustrasi dari majalah The Economist edisi “the World in 2008” dengan mengambil simbol yin dan yang. Dalam sampul majalah tersebut dilustrasikan dua kondisi yang bertolak belakang antara AS dan Cina. Bila di Cina diilustrasikan sebagai negara yang memiliki surat berharga yang harganya terus menanjak, AS justru diilustrasikan sebagai  negara dengan properti yang terjun bebas. Di tahun 2008, kedua negara ini diperkirakan akan menghadapi situasi yang sama, AS tetap lesu dan Cina tetap bergairah. 
Di tengah kondisi eksternal yang kurang mengutungkan tersebut, pada tahun 2008, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8% tersebut terutama didukung oleh meningkatnya pertumbuhan investasi dan ekspor. Investasi diharapkan tumbuh 15,53%, knsumsi RT di atas 5%, konsumsi pemerintah 6,24%, ekspor 12,65% dan impor 17,81%.
Melihat struktur perekonomian yang hendak dicapai pada tahun 2008, pemerintah tampaknya lebih memfokuskan diri pada penguatan permintaan dalam negeri untuk mengimbangi potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Ini adalah langkag tepat, tetapi membutuhkan kerja keras. Untuk mengejar pertumbuhan investasi sebesar 15,53%, misalnya jelas bukan hal yang mudah. Sebagai gambaran, pada kuartal ketiga 2007, ketika pertumbuhan eonomi mencapai 6,5% ternyata investasinya sebesar 8,8%. Padahal target pertumbuhan investasi di tahun 2007 ini sebesar 12%.
Untuk mengimbangi kemungkinan berlanjutnya kenaikan harga minyak bahan mentah, produksi (lifting) minyak harus ditingkatkan sesuai denagn level yang ditetapkan pada APBN 2008 sebesar 1,034 juta barel per hari (bph). Ini juga bukan perkara mudah mengingat pengalaman sebelumnya lifting kita masih di bawah 1 juta bph.
Dengan situasi ini jelas bahwa fiskal (APBN) kita menghadapi tantang yang tidak ringan. Pemerintah telah meniapkan sejumlah langkah untuk mengantisipasi dampak dari kenaikan harga minyak dunia agar APBN tetap aman. Langkah-langkah tersebut antara lain: (i) penggunaan dana cadangan APBN (policy measures); (ii) penghematan dari perkiraan penyerapan alamiah Belanja Negara; (iii) pemanfaatan dana kelebihan (windfall) daerah penghasil Migas; (iv) penajaman prioritas anggaran belanja Kementrian/Lembaga; (v) perbaikan parameter produksi di subsidi BBM dan listrik; (vii) efisiensi di Pertamina dan PLN; (viii) pelonggaran defisit APBN 2008 diikuti dengan penyesuaian pembiayaan anggaran; dan (ix) melakukan counter cyclical untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan stabilitas eknomi makro.
Kesimpulannya, apa yang dicapai pada tahun 2007 sudan menunjukkan hal yang positif. Di tahun 2008 selama satu tahun ini, Indonesia tidak akan menghadapi tantangan yang ringan, meski kita boleh optimis bahwa kinerja perekonomian akan tetap positif.

Jumat, 11 Maret 2011

tugas perekonomian indonesia bab 2

PEMERINTAHAN ORDE LAMA

     Secara konseptual, komponen-komponen pokok yang ada di dalam pembangunan politik adalah bahwa pemerintah kita harus selalu mampu menanggapi setiap perubahan yang ada dalam masyarakat, sebab suprastruktur dan infrastruktur politik yang ada memang efektif dan berfungsi secara optimal, yang kesemuanya didukung oleh warganegara yang dinamis dan berada dalam naungan persamaan hukum dan perundang-undangan. Pencapaian hal-hal tersebut biasanya selalu akan menimbulkan permasalahan yang menyangkut identitas (jati diri) bangsa, legitimasi kekuasaan, partisipasi anggota masyarakat, serta menyangkut pemerataan hasil-hasil pembangunan melalui sistem yang efektif yang menjangkau keseluruh lapisan masyarakat. Setiap kali kita berhasil mengatasi suatu permasalahan tersebut maka berarti kita “maju” di dalam melakukan pembangunan politik di dalam mengembangkan sistem demokrasi. Sejak awal Indonesia berdiri, kehidupan politik dan hukum diwarnai begitu rupa, tidak dalam pengertian hingar bingarnya demokrasi, tetapi justru secara mencolok dapat dikatakan oleh sentralisasi kekuasaan pada satu tangan, meskipun sebenarnya konstitusi telah memberi peluang yang cukup besar kepada hukum.
     
    Secara umum proses perjalanan bangsa dapat dibagi dalam dua bagian yaitu, periode Orde Lama dan periode Orde Baru. Namun saat ini kita akan sedikit mengulas masa pemerintahan pada orde lama.
Orde Lama adalah istilah yang diciptakan oleh Orde Baru. Bung Karno sangat keberatan masa kepemimpinannya dinamai Orde Lama. BK lebih suka dengan nama Orde Revolusi. Tapi BK tak berkutik karena menjadi tahanan rumah (oleh pemerintahan militer Orde Baru) di Wisma Yaso (sekarang jadi Museum TNI Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta).
Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiden Soekarno di gulingkan saat Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.
           Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia masuk dalam suatu babak kehidupan baru sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh. Dalam perjalanan sejarahnya bangsa Indonesia mengalami berbagai perubahan asas, paham, ideologi dan doktrin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai hambatan dan ancaman yang membahayakan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan serta mengisi kemerdekaan. Wujud berbagai hambatan adalah disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode Orde Lama yang berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar sebagai titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Lama yang merupakan koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana masih terlihat kentalnya mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional berlandaskan ideoligi sosialisme komunisme.

      Era 1950 - 1959 ialah era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer.

PEMERINTAHAN ORDE BARU
    Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Orde Baru
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan [[1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.

      Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas china indonesia terutama dari komunitas pengobatan china tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa di tulis dengan bahasa mandarin.

Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan [rujukan?].

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
* perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
* sukses transmigrasi
* sukses KB
* sukses memerangi buta huruf

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
* semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
* pembangunan Indonesia yang tidak merata
* bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
* kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
* kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel

Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".

Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
meningkat. Hal ini jelas menggambarkan betapa APBN pada masa pemerintahan Orde Baru sangat bergantung pada pinjaman luar negeri. Sehingga pada akhirnya berakibat tidak dapat terpenuhinya keinginan pemerintah untuk meningkatkan tabungannya.

 PEMERINTAHAN TRANSISI
     Pada masa krisis ekonomi,ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie.

 PEMERINTAHAN REFORMASI
     Era Pasca Soeharto atau Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie.
Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan.
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
a) Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b) Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam
periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.

PEMERINTAHAN GOTONG ROYONG

     Kabinet Gotong Royong adalah kabinet pemerintahan Presiden RI kelima Megawati Sukarnoputri (2001-2004). Kabinet ini dilantik pada tahun 2001 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2004.
kabinet gotong royong melakukan terobosan dimana masyarakat bergerak sendiri (gerakan dari bawah)
dimana masyakat mengenal ada suatu usaha yang perlu dilakukan untuk mencapai
kesejahteraan bersama dan mereka melakukan gerakan grass-root secara sukarela.
Contoh kecilnya barangkali dalam hal dukungan dana bencana alam. MAsing-masing
dengan sukarela menyumbang agar penderita dapat tertolong.
     Konsep ini bisa diubah menjadi konsep "corporate/profit seeking" dimana setiap
orang membayar uang premi secara rutin agar pihak yang menderita bisa ditolong
lewat uang premi yang terkumpul. Konsep ini sedang diupayakan Obama untuk
memperbaiki sistem kesehatan Amerika.

Tentu saja sistem-sistem ini bisa memiliki 'bug' atau kelemahan. Misalnya saja
dalam menyalurkan dana donasi bantuan bencana, siapa yang bisa dipercaya dan
kompeten untuk mengalokasikan dana bantuan tersebut. Dalam sistem asuransi pun,
prinsip gotong-royong ini juga punya masalah karena ternyata insentif profit
membuat perusahaan asuransi sering mangkir dan mencari-cari alasan teknis agar
mereka tidak usah membayarkannya.
     Jadi konsep asal gotong-royong pun secara konseptual dasarnya adalah juga
dipraktikkan di luar negeri, walaupun detil-detil yang memotivasi masyarakat
untuk ikut serta bisa berbeda-beda. DI Indonesia kerekatan sosial adalah sumber
kekuatan gotong-royong, maka bila kita rasakan bahwa tetangga dan masing-masing
pekerja semakin mengarah ke masyarakat urban yang lebih individual, maka
kekuatan gotong-royong menjadi semakin lemah dan tidak bisa lagi diharapkan
untuk menjadi sumber peningkatan kesejahteraan umum. Tentang bagaimana perilaku
sosial masyarakat bisa direkatkan kembali, tentu bukan bidang ilmu ekonomi tapi
lebih merupakan bidang ilmu sosiologi.

PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU

     Kabinet Indonesia Bersatu adalah kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan PresidenSusilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.
Kabinet ini dibentuk pada 21 Oktober 2004 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2009. Pada 5 Desember 2005, Presiden Yudhoyono melakukan perombakan kabinet untuk pertama kalinya, dan setelah melakukan evaluasi lebih lanjut atas kinerja para menterinya, Presiden melakukan perombakan kedua pada 7 Mei 2007.

Refferensi:

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2011/01/03/ArticleHtmls/03_01_2011_014_003.shtml?Mode=0        
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Indonesia_Bersatu

 http://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Gotong_Royong
 http://rioronaldo.blogspot.com/2009/12/i.html#ixzz1Fty4faMn


Selasa, 01 Maret 2011

tugas perekonomian indonesia Bab 1

BAB 1
SISTEM EKONOMI INDONESIA

A.    PENGERTIAN SISTEM EKONOMI

     Sistem ekonomi adalah suatu system yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalm suatu tatanan kehidupan.Sebuah system ekonomi terdiri atas unsur-unsur manusia sebagai subjek ,barang ekonomi sebagai objek serta seperangkat kelembagaan  yang mengatur dan menjalinnya dalam kegiatan berekonomi.Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga-lembaga ekonomi (formal maupun non formal); cara kerja mekanisme hubungan ; hokum dan peraturan-peraturan perekonomian ;serta kaidah dan norma-norma lain (tertulis maupun tidak tertulis).yang dipilih atau diterima atau ditetapkan oleh masyarakat ditempat tatanan kehidupan yang bersangkutan berlangsung.
Sanusi (2000)menguraikan pendapat-pendapat dari sejumlah orang didalam maupun diluar negeri yang dapat dirangkum sebagai berikut : Sistem ekonomi merupakan suatu organisasi yang terdiri atas sejumlah lembaga atau pranata (ekonomi,social-politik, ide-ide) yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya yang ditujukan kearah pemecahan problem-problem. Dalam Sanusi disebut ada 7 elemen penting dari system ekonomi yaitu :
1.    Lembaga-lembaga/Pranata-pranata ekonomi.
2.    Sumber daya ekonomi
3.    Faktor-faktor produksi
4.    lingkungan ekonomi
5.    Organisasi dan manajemen
6.    Motivasi dan perilaku pengambilan keputusan atau pemain dalam system
7.    Proses pengambilan keputusan

Menurut Sanusi setiap system ekonomi dipengaruhi oleh sejumlah kekuatan ,diantaranya adalah :
1.    Sumber-sumber sejarah,kultur/tradisi, cita-cita,keinginan-keinginan dan sikap masyarakat.
2.    SDA,termasuk iklim.
3.    Filsafat yang dimiliki dan dibela oleh sebagian besar masyarakat
4.    teorisasi yang dilakukan oleh masyarakat pada masa lalu atau sekarang mengenai bagaimana cara mencapai cita-cita atau keinginan serta tujuan /sasaran yang dipilih.
5.    Trials dan errors atau uji coba yang dilakukan oleh masyarakat dalam usaha mencari alat-alat ekonomi.

Sedangkan,menurut Lemhannas (1989),ada 8 kekuatan yang mempengaruhi system ekonomi yang diterapkan/dipilih oleh suatu Negara,yaitu :
1.    Falsafah dan ideologinya
2.    Akumulasi ilmu pengetahuan yang dimiliki masyarakatnya
3.    karakterisitik dan demografinya
4.    nilai estetik,norma-norma,serta kebudayaan masyarakatnya
5.    system hokum nasionalnya
6.    system politiknya
7.    sub-sub system sosialnya,termasuk pengalaman sejarah pada masalalu serta uji coba yang dilakukan oleh masyarakatnya dalam mewujudkan tujuan ekonominya.

B. SISTEM-SISTEM EKONOMI
    Secara umum ada 3 macam system ekonomi yang dikenal didunia ini,yakni : Sistem ekonomi Liberal/kapitalis,Sistem ekonomi sosialis, Sistem ekonomi campuran yakni system ekonomi yang tidak 100% kapitalis dan tidak 100% sosialis,atatu system ekonomi yang mengandung elemen-elemen dari system ekonomi kapitalis maupun system ekonomi sosialis.

1. Sistem Ekonomi Kapitalis
    Menurut sanusi system ekonomi kapitalis adalah suatu system ekonomi dimana kekayaan yang produktif terutama dimiliki secara pribadi dan produksi terutama dilakukan untuk dijual. Ada 6 asas yang dapat dilihat sebagai cirri dari system ekonomi kapitalis,yakni sebagai berikut :
1.    Hak milik pribadi
2.    Kebebasan berusaha dan kebebasan memilih
3.    motif kepentingan diri sendiri
4.    persaingan
5.    Harga ditentukan oleh mekanisme pasar
6.    Peranan terbatas pemerintah

Dumairy (1996) mendefinisikan system ekonomi kapitalis dilihat dari terminology teori ekonomi mikro. Menurutnya system ekonomi kapitais merupakan suatu system ekonomi yang menyandarkan diri sepenuhnya pada mekanisme pasar,prinsip laissez faire (persaingan bebas) ,meyakini kemampuan “the invisible hand”,dalam menuju efisiensi ekonomi.

2. Sistem Ekonomi Sosialis
    Seperti yang dijelaskan oleh Dumairy (1996) system ekonomi sosialis adalah kebalikan dari ekonomi kapitalis.Sistem ekonomi sosialis dapat dibagi dalam dua subsistem,yakni system ekonomi sosialis dari Marxis ,dan system ekonomi sosialisme democrat.Sistem ekonomi sosialis marxis disebut juga system ekonomi komando dimana seluruh unit ekonomi, baik sebagai produsen,konsumen maupun pekerja,tidak diperkenankan untuk mengambil keputusan secara sendiri-sendiri yang menyimpang dari komando otoritas tertinggi,yakni partai.
    Dalam system ekonomi sosialisme democrat ,seperti yang dianut oleh banyak Negara di eropa barat (Jerman),dapat dikatakan bahwa kekuasaan otoritas tertinggi jauh berkurang,Dalam system ini,disatu pihak ada kebebasan individu seperti dalam system ekonomi kapitalis ,misalnya produsen bebas memilih jenis dan berapa banyak produksi yang akan dibuat,konsumen bebas memilih barang yang dikehendaki,pekerja bebas menentukan jenis pekerjaan apa yang di inginkannya.
Menurut Mubyarto (2000) berdasarkan pengalaman di Jerman ada 6 kriteria system ekonomi sosialisme democrat atau system ekonomi pasar social (SEPS),yaitu sebagai berikut :
1.    Ada kebebasan individu dan sekaligus kebijaksanaan perlindungan usaha .Persaingan diantara perusahaan-perusahaan kecil maupun menengah harus dikembangkan..
2.    prinsip-prinsip kemerataan social menjadi tekad warga masyarakat
3.    kebijaksanaan siklus bisnis dan kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi.
4.    kebijaksanaan structural
5.    konformitas pasar dan persaingan
6.    kebijaksanaan pertumbuhan menciptakan kerangka hukum dan prasarana yang terkait dengan pembangunan ekonomi

3. Sistem Ekonomi Campuran

      Sistem ekonomi campuran adalah system yang mengandung beberapa elemen dari system ekonomi kapitalis dan system ekonomi sosialis.Jadi,system ini merupakan campuran antara kedua eksterm system ekonomi tersebut diatas denganberbagai variasi kadar dominasinya.Sanusi (2000) menjelaskan system ekonomi campuran sebagai berikut ; dalam system ekonomi campuran dimana kekuasaan serta kebebasan berjalan secara bersamaan walau dalam keadaan kadar yang berbeda-beda.Ada pula system ekonomi campuran yang mendekati system ekonomi sosialis dimana peran kekuasaan pemerintah relative besar terutama dalam menjalankan berbagai kebijakan ekonomi,moneter,fiscal dan lain-lain.

4. Persaingan Terkendali
 
Untuk mengetahui sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara, maka perlu dianalisis kandungan faktor-faktor tersebut diatas.
Sistem ekonomi Indonesia (sistem persaingan terkendali);Bukan kapitalis dan bukan sosialis. Indoensia mengakui kepemilikan individu terhadap sumber ekonomi, kecuali sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara sesuai dengan UUD 1945.
Pengakuan terhadap kompetisi antar individu dalam meningkatkan taraf hidup dan antar badan usaha untuk mencari keuntungan, tapi pemerintah juga mengatur bidang pendidikan, ketenagakerjaan, persaingan, dan membuka prioritas usaha.
Pengakuan terhadap penerimaan imbalan oleh individu atas prestasi kerja dan badan usaha dalam mencari keuntungan. Pemerintah mengatur upah kerja minimum dan hukum perburuhan.
Pengelolaan ekonomi tidak sepenuhnya percaya kepada pasar. Pemerintah juga bermain dalam perekonomian melalui BUMN dan BUMD serta departemen teknis untuk membantu meningkatkan kemampuan wirausahawan (UKM) dan membantu permodalan.
Kadar Kapitalisme dan Sosialisme
Unsur kapitalisme dan sosialisme yang ada dalam sistem ekonomi Indonesia dapat dilihat dari sudut berikut ini:
(a) Pendekatan faktual struktural yakni menelaah peranan pemerintah dalam perekonomian
Pendekatan untuk mengukur kadar campur tangan pemerintah menggunakan kesamaan Agregat Keynesian.
Y = C + I + G + (X-M)
Y adalah pendatan nasional.
Berdasarkan humus tersebut dapat dilihat peranan pemerintah melalui variable G (pengeluaran pemerintah) dan I (investasi yang dilakukan oleh pemerintah) serta (X-M) yang dilakukan oleh pemerintah.
Pengukuran kadar pemerintah juga dapat dilihat dari peranan pemerintah secara sektoral terutama dalam pengaturan bisnis dan penentuan harga. Pemerintah hampir mengatur bisnis dan harga untuk setiap sector usaha.
(b) Pendekatan sejarah yakni menelusuri pengorganisasian perekonomian Indoensia dari waktu ke waktu.
Berdasarkan sejarah, Indonesia dalam pengeloaan ekonomi tidak pernah terlalu berat kepada kapitalisme atau sosialisme.Percobaan untuk mengikuti sistem kapitalis yang dilakukan oleh berbagai kabinet menghasilkan keterpurukan ekonomi hinggá akhir tahun 1959.Percobaan untuk mengikuti sistem sosialis yang dilakukan oleh Presiden I menghasilkan keterpurukan ekonomi hiinggá akhir tahun 1965.

SUMBER: kuswanto.staff.gunadarma.ac.id