Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Perkosaan
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap hari di berbagai media kerap bermunculan kasus-kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual. ini tidak saja terjadi dengan orang lain, bahkan mirisnya seringkali dilakukan antara sesama anggota keluarga, tetangga, bahkan antara bapak dan anak dan anak dan ibu. Sebagai objeknya tentunya sebagian besar adalah kaum Hawa. Tentunya sebagai pelakunya adalah kaum Adam. Kadang terjadi di kendaraan-kendaraan umum, rumah-rumah kos, tempat-tempat wisata dan hiburan. Sehingga kasus ini merupakan kasus yang sudah tidak asing lagi untuk menjadi “santapan” informasi harian melalui media.
Kekerasan terhadap perempuan adalah salah satu jenis tindak pidana yang sering menemui jalan buntu ketika diupayakan sebuah penyelesaian melalui jalur hukum. Berbagai hambatan muncul karena memang di dalam tindak pidana ini warna kultur adalah karakteristik yang dominan sehingga penyelesaian-penyelesaian di luar hukum lebih akrab sebagai pilihan. Diantara bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan tersebut, LBH-APIK (2006) melaporkan bahwa di Indonesia perkosaan merupakan jenis kekerasan tertinggi pada perempuan yaitu sebanyak 54%.
Masalah tindak pidana perkosaan memiliki dimensi yang sangat luas tidak hanya terbatas pada persoalan hukum saja. Faktor kultur masyarakat menjadi determinan yang ikut menentukan penyelesaian hukum tindak pidana perkosaan tersebut. Faktor kultural tersebut ternyata justru menjadi hambatan dalam penyelesaian hukum disamping karakteristik peristiwa perkosaan itu sendiri yang membuat ketentuan yuridis positif menjadi sangat terbatas untuk menjangkaunya.
Masalah tindak pidana perkosaan memiliki dimensi yang sangat luas tidak hanya terbatas pada persoalan hukum saja. Faktor kultur masyarakat menjadi determinan yang ikut menentukan penyelesaian hukum tindak pidana perkosaan tersebut. Faktor kultural tersebut ternyata justru menjadi hambatan dalam penyelesaian hukum disamping karakteristik peristiwa perkosaan itu sendiri yang membuat ketentuan yuridis positif menjadi sangat terbatas untuk menjangkaunya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu tindak pidana perkosaan?
2. Apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya tindak pidana perkosaan?
1. Apa itu tindak pidana perkosaan?
2. Apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya tindak pidana perkosaan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Kriminologi.
2. Untuk mengetahui arti dari tindak pidana perkosaan.
3. Untuk memahami faktor penyebab terjadinya tindak pidana perkosaan.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Kriminologi.
2. Untuk mengetahui arti dari tindak pidana perkosaan.
3. Untuk memahami faktor penyebab terjadinya tindak pidana perkosaan.
D. Metodologi
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode/cara pengumpulan data atau informasi melalui :
• Penelitian kepustakaan (Library Research); yaitu penelitian yang dilakukan melalui studi literature, dokumen, dan sebagainya yang sesuai atau yang ada relevansinya (berkaitan) dengan masalah yang dibahas.
• Browsing; yaitu mencari data dan informasi melalui media internet.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang penulisan ini, maka terlebih dahulu penulis akan menguraikan sistematika penulisannya agar lebih mudah dipahami dalam memecahkan masalah yang ada, di dalam penulisan ini dibagi dalam 3 (tiga) bab yang terdi
Tinjauan tentang Tindak Pidana Perkosaan
A.1. Pengertian Tindak Pidana
Ilmu hukum pidana mengenal istilah tindak pidana dalam bahasa Belanda yaitu “strafbaarfeit” atau kadang-kadang disebut sebagai “delict” (delik). Para pakar di bidang hukum pun masih terdapat perbedaan mengenai pengertian “strafbaarfeit” ini, antara lain :
1) Moeljatno menerjemahkannya dengan istilah “perbuatan pidana”.
1) Moeljatno menerjemahkannya dengan istilah “perbuatan pidana”.
2) Roslan Saleh menerjemahkannya dengan istilah “sifat melawan hukum daripada perbuatan pidana”.
3) Utrecht menerjemahkannya dengan istilah “peristiwa hukum”.
4) Soedarto menggunakan istilah “tindak pidana”, dengan alasan sudah mempunyai penilaian sosial (sosiologiche gelding) dan ternyata dalam perundang-undangan pidana di Indonesia, telah dipakai istilah tindak pidana tersebut, misalnya dalam UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi. Karena itu untuk sementara sambil menunggu terbentuknya hukum pidana nasional, digunakan istilah “tindak pidana” untuk mengganti istilah “straafbaarfeit” (Soemitro, 1996: 42).
5) Wirjono Prodjodikoro merumuskan definisis pendek, yakni tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai pidana.
Moeljatno memberikan arti “perbuatan pidana”, sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut.
Moeljatno memberikan arti “perbuatan pidana”, sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut.
Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur :
1) Perbuatan manusia
2) Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil)
3) Bersifat melawan hukum (syarat materiil). (Soemitro, 1996: 44).
1) Perbuatan manusia
2) Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil)
3) Bersifat melawan hukum (syarat materiil). (Soemitro, 1996: 44).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar